Tuesday, November 22, 2022

Narasi Akomodasi

Alhamdulillah, setelah 2,5 bulan menumpang hidup di flat teman dengan kondisi yang seadanya dan bisa dikatakan tidak nyaman, akhirnya saya punya space sendiri, ruangan sendiri!

Perkara akomodasi ini adalah krisis yang dialami bukan hanya oleh saya tapi banyak orang di kampus-kampus UK, tapi University of Glasgow bisa dibilang yang paling parah. Ada 2 alasan kenapa krisis ini terjadi

  1. Tahun ini adalah tahun pertama dimana kampus membuka kelas offline sepenuhnya, setelah 2 tahun pandemi.
  2. Kampus menerima jumlah siswa yang lebih banyak dibanding tahun sebelumnya sedangkan akomodasi yang disediakan kampus tidak mampu menampungnya.
So, yeah, saya termasuk yang kena dampak dari krisis ini. Bahkan saking parahnya, saya sempat nyesal enrolled di tahun ini, kalau tau saya bakal terlunta2 gini saya lebih baik deferred, itu pikir saya saat itu.

Kok bisa ga dapet tempat berbulan-bulan? Emang gak cari sejak di Indonesia? No, saya udah cari akomodasi sejak saya masih di Indonesia, tapi ya emang ga dapet aja. Saya cari akomodasi dari berbagai platform sebut saja Spareroom, Gumtree, Rightmove, nanya sana-sini teman yang ada kenalan di Glasgow. Ikhtiar saya termasuk menghubungi Irfan, adiknya Azmi yang tahun sebelumnya student exchange ke Glasgow. Irfan kasih saya kontak landlady tempat tinggalnya saat itu, mam Sindy namanya. Saat itu berasa dapat angin segar karna h-2 keberangkatan mam Sindy bilang ada tempat kosong di tempatnya, tapiiii karna saya sempat gak angkat teleponnya, mam Sindy pikir saya ga jadi akhirnya dikasih ke orang lain lah kamarnya itu.

Awal tiba di Glasgow saya pun numpang di tempat mas Ardi sambil cari2 flat sendiri. Flat mas Ardi ini isinya adalah 3 orang Indonesia, Mas Ardi, Mas Herman, Mas Idham. Nah, karena mas Idham baru dateng bulan Oktober akhirnya saya nempatin kamar beliau dulu. Proses pencarian akomodasi akhirnya membuahkan hasil di hari ke-7, berkat akun premium Spareroom. Seneng banget rasanya waktu akhirnya dapet flat itu, karena memang udah stress banget, sampe sakit selama seminggu pertama tiba di Glasgow. 

Flat ini letaknya di Dyke Road, lumayan jauh dari kampus sekitar 30 menit naik bus dengan biaya sewa £650 / bulan. Saya suka banget sama flatnya karna baru direnovasi, bersih, dan sudah lengkap bahkan kasurnya sudah dilengkapi duvet yang bagus. Kamar saya saat itu adalah ruang tamu yang disulap jadi kamar, jadi paling besar dibanding kamar lainnya. Flat mates saat itu adalah 1 orang Mesir dan 1 orang Palestina, orangnya asik dan saya udah kebayang mau minta ajarin bahasa Arab ke mereka nantinya. Kekurangannya saat itu adalah kontraknya minimal harus 1 tahun, agak mahal dan agak jauh dari kampus, tapi karena saya pikir gak ada pilihan lain saat itu yaudah saya ambil. 

Hari pindahan pun tiba, setelah dorong2 koper segede gaban melewati city center, saya pun ambil uang cash dengan biaya kurs sangat tinggi yang bikin saya rugi besar. Landlord saya saat itu minta pembayaran cash, tidak bisa transfer. Tibalah saya di flat, ngobrol-ngobrol dengan flatmate, dan tepat saat saya mau unpacking barang tiba2 mam Sindy telpon dan bilang ada 1 ruangan kosong di kamarnya. Saya pun kasih tau beliau kalau saya baru saja pindah dan sedang unpacking barang saya. Namun, karena penasaran saya tanya lah biaya sewa di tempat mam Sindy berapa, ternyata di tempat beliau biaya sewanya £430/bulan, dan lokasinya dekat sekali dengan kampus! Saya yang sudah tergoda, langsung menelpon landlord saya untuk cancel flat yang baru saya tempati kurang dari sejam ini. Setelah saya jelaskan di telpon kalau saya mau cancel, sempat diomelin dulu, tapi Alhamdulillah landlord setuju dan mengembalikan semua deposit yang saya baru saja kasih.

Selesai packing kembali, saya pun keluar dari flat ini dan berniat ke tempat mam Sindy, but hey! Karma terjadi, hahaha. Tidak sampai 10 langkah dari flat, mam Sindy chat saya lagi dan bilang ternyata orang yang sewa kamar di rumahnya tidak jadi keluar! Gondok banget lah saya saat itu, udah pindahan, diomelin karna ga jadi, bawa barang gede, rugi kurs, terus sekarang jadi homeless lagi karena kamarnya diambil orang. Kecewa dan kesel banget sama mam Sindy saat itu, minta tolong beliau bantu cariin saya flat pengganti karna beliau lah yang bikin saya homeless.

Sementara cari flat pengganti, saya pun balik ke tempat Mas Ardi. Namun, karena mas Idham udah dateng saya pun akhirnya numpang di kamar mas Herman. Selama sebulan saya tidur sekasur berdua dengan beliau dengan skema biaya sewa kamar dibagi 2 jadi masing2 bayar £270/bulan belum termasuk bills. Sebulan berlalu saya belum dapet flat juga, dan karena udah kelamaan numpang di kamar mas Herman akhirnya saya pindah ke ruang tamu dan tidur di sofa mulai bulan November dengan biaya sewa £240/bulan belum termasuk bills. Ternyata tidur di sofa itu pegel, bikin saya tersadar kalau saya sudah tua, setiap bangun pagi punggung rasanya sakit.

Masuk bulan November kabar baik pun tiba, mam Sindy akhirnya telpon lagi dan bilang ada 1 kamar kosong. Keesokan harinya saya langsung datang ke flat dan kasih deposit supaya ga diambil sama orang lain. Namun saya harus bersabar karena orang yang sewa kamar tersebut baru keluar tanggal 20 jadilah saya tidur di sofa itu selama 20 hari. 

Hari ini, 21 November, setelah 2,5 bulan gak punya kamar sendiri akhirnya saya dapat kamar yang mungkin tidak bisa dibilang sempurna tapi ini adalah yang terbaik yang bisa saya temukan. Kenapa? Karena murah, luas, hangat, dan dekat sekali dengan kampus. Hanya perlu 7-10 menit jalan kaki ke gedung kampus begitu juga ke tempat Gym, yepp, saya daftar membership Gym sejak bulan lalu. 

Lagi-lagi saya dapat pelajaran dari sini bahwa ya memang apapun yang terjadi memang sudah yang terbaik dari Allah. Dia tau bahwa saya mau hemat, karenanya saya dibikin terlunta-lunta gini, tidak nyaman memang tapi ya akhirnya jadi hemat banget, sampai akhirnya dapet akomodasi yang memang murah. Kuncinya memang ikhlas, saat diri ini sudah ikhlas dan tawakkal disitulah Allah kasih jalan, apapun masalahnya, termasuk dalam mencari akomodasi ini.


with mam Sindy






Saturday, November 19, 2022

Beautiful memories in a beautiful city

Sudah lama saya ingin mengunjungi kota cantik Edinburgh tapi selalu saya tahan karena saya gak mau mengunjunginya hanya 1 hari PP meskipun jarak Glasgow - Edinburgh yang terbilang dekat, mungkin mirip Depok - Bekasi. Selain gak mau sehari, saya juga gak mau sendiri karena saya berencana hiking dan hiking sendirian itu gak enak, trust me.

Edinburgh yang diberi julukan The Athens of The North, adalah ibu kota Scotlandia sejak abad 15 dan merupakan World Heritage UNESCO yang terbagi kedalam 2 wilayah; Old Town dan New Town. Kota medieval yang penuh bangunan historic ini berada di atas gunung vulkanik yang sudah mati, dengan dataran paling tingginya adalah Edinburgh Castle. Well, saya sendiri melihatnya itu bukan kaya kastil melainkan sebuah desa, karena memang kompleks kastilnya besar banget. Sebagai kota wisata, banyak free walking tour yang bisa diikuti, ada Old Town, Harry Potter tour, Ghost Tour. Saya sendiri ikut free walking tour sekitar Old Town dan jadi tau bahwa dulu Edinburgh adalah kota penuh penyakit dan kumuh, dan kebanyakan bangunan yang saat ini berdiri adalah hasil renovasi sejak abad 18. Banyak cerita menarik lainnya dari Ryan, tour guide kami. Saya sangat merekomendasikan ikut free walking tour ini, tinggal daftar secara online.

Secara kebetulan dan tak pernah terpikirkan sebelumnya, Aram, kawan CS (Couch Surfing) saya di Turki mau migrate ke UK dan saat ini sedang ikut tes sertifikasi dokter di sini, jadilah kami merencakan traveling bareng ketemu langsung di Edinburgh. Sebagai sesama CS, tentu kami cari CS supaya ga keluar biaya akomodasi di Edinburgh, tinggallah kami di flat Miko, seorang CS asli Polandia. Miko sempat ajak kami hang out ke tempat temannya dan karokean bareng, disitulah saya merasa tua karena hanya 1 dari 9 orang yang tau lagu yang saya nyanyikan (Simple Plan - Welcome to My Life). Malam kedua kami disana Miko ajak kami nonton bareng di laptop bareng2 flat mates dia yang lain. Selain ketemu Miko, kami juga hang out dengan Josh, CS lain dari US yang baru aja pindah ke Edinburgh selama sebulan. Josh adalah chef yang suka bikin gulai ayam Indonesia, next trip ke Edinburgh rencananya bakal stay sama dia karena Miko pindah ke London dalam waktu dekat.

Setelah seminggu hujan dan angin kencang, hari Sabtu-Minggu saat kami di Edinburgh cuaca begitu bersahabat, dan bertepatan dengan National Remembrance Day sehingga kami berkesempatan liat military parade di kota ini. Cerahnya cuaca disini memungkinkan kami untuk bisa liat sunset saat di Arthur Seat dan di Calton Hill. I can say it was a perfect sunset di Calton Hill, Alhamdulillah!

Traveling is always about the journey, not the destination. It's not always about the place but with who you travel with, itulah pentingnya nemuin travel mate yang 1 frekuensi, dan si Aram ini salah satunya. Ternyata gaya traveling berubah seiring pertambahan usia. Saat usia awal 20-an tiap traveling saya mau visit ke banyak tempat dalam 1 hari, klo bisa lebih dari 5 lokasi, ambisius memang. Beda saat saya memasuki generasi 3.0 dimana traveling yang asik adalah traveling yang selow, kunjungin 2-3 tempat dalam sehari pun udah cukup supaya bisa menikmati setiap momennya. Hari pertama saya hanya keliling Old Town bersama rombongan free walking tour, setelahnya ke Arthur Seat. Hari kedua, kami hanya ke Castle, Botanical Garden, dan Calton Hill. Kebanyakan dari trip ini adalah jalan kaki, ngobrol, dan bengong nikmatin me time masing-masing saat kecapekan ngomong.

Banyak tempat yang belum saya kunjungi di kota cantik ini karena memang saya akan kembali kesini lagi, mengunjungi tempat lainnya yang penuh sejarah. Musim panas adalah saat terbaik untuk mengunjungi Edinburgh, tapi harus siap dengan biaya akomodasi yang lebih mahal, well, kecuali klo mau tinggal sama CS seperti saya.

Saat pulang dari Edinburgh temen nanya, gimana Edin? What I can say, it was a perfect trip! So happy akhirnya bisa ngunjungin kota cantik ini dengan travel mate yang juga sefrekuensi.

with Nuri yang ubah namanya jadi Aram, my fellow Kurdish guy