Tuesday, September 24, 2019

I don't know what love is, until...

Aku adalah orang egois yang cinta kebebasan.
Aku sering berpikir, apa aku bisa jadi laki-laki yang rela meminta maaf meski tidak melakukan kesalahan.
Apa aku rela meladeni sikap manja dan drama perempuan.
Apa aku akan ketemu orang yang membuatku ingin memperjuangkannya, mengeluarkan versi terbaik dari diriku.
Sepertinya waktu tersebut gak akan datang.
Sampai tiba-tiba di saat ku pulang kerja, bayanganmu terus menghantuiku saat ku asyik berkendara.
Bayangan liar penuh kebahagiaan dikala kita menjalin cinta.
Entah kenapa saat itu aku berpikir, sepertinya aku layak mendapat kesempatan untuk mencintai dan dicintai. Aku akan memberi kesempatan kepada diriku sendiri untuk membuka hatiku, meski ada resiko untuk terluka.
Aku ingin memperjuangkan, mengalah, terlibat dalam drama, selama itu bersamamu.
Lagu demi lagu yang penuh cinta kerap kuputar, dan selalu dirimu yang kubayangkan.
Ah, andai ku punya keberanian untuk memulai percakapan...

Tuesday, April 16, 2019

I never feel broken heart, I barely feel betrayed, but now I feel it, and it's hurt.

So last night, in a peaceful night, I whatsap my friends, just a casual talk as usual. At some point I did mention to her, hopefully I can take you to do Glasgow tour early next year, AMIN! *i was that "gak santai"

Another friend asked me "are you high or something" due to my lebay response toward his whatsap. I replied, "i'm stress, counting down the announcement day". And you know what, right after I replied that whatsap I received email, from Erasmus!

I panicked, I was shaking and keeping my zikr so Allah will strengthen me no matter what the result was. After I can control my body, I opened the email. I went through to the bottom and saw "meeting you in person", I gasped, I thought it would be a good sign but I was wrong. When I reread the email, it was actually a rejection letter, again. Yep, that was the 3rd time I've been rejected. However, the email mentioned that my name was put in the reserve list, so there might be an opportunity, the final result will be announced by mid of May. But hey, siapa juga orang yang mau nolak beasiswa Erasmus Mundus, daftarnya aja udah susah.

How did I feel? I felt betrayed, disappoint, sad, angry, you name it. After 5-10 mins breakdown I was numb, I stood up, open my laptop and started to fill the application for Australia Awards Scholarship. I am not really sure if I want to apply another scholarship, but I think that's my way to get distracted from my sorrow, by keeping myself busy. And now, here I am, 9 PM still busy with my work at the office. I pull myself out from people, I even uninstall my whatsapp, I didn't tell anyone but my best friend about this, and I hope he doesn't say anything to anyone. This is me, trying to cope with my sorrow by dissolve in my sorrow. I remember he asked me about this one day, "how would you feel if the result is not as you expected?". "I'll get devastated", I said. Well, it happens now.

Friday, March 1, 2019

Namanya juga hidup yekan

Hidup itu memang selalu penuh liku-liku, ada suka dan ada duka, hmmm, kok jadi kaya lagu. Anyway, minggu lalu saya mengalami kegelisahan yang amat sangat, sulit tidur, sampe akhirnya browsing sana sini gak jelas dan ketemulah artikel yang judulnya "ketika intuisi mengganggu ketenangan". Saya merasa bukan orang yang peka dan memiliki intuisi super, tapi saat itu saya seperti yakin, something bad will happen soon. Dan yak, ternyata benar. Gak sampai seminggu setelah perasaan gak enak itu datang, saya tiba-tiba dapet rejection letter dari Chevening. Tanpa keterangan dan alasan yang jelas kenapa saya gagal di seleksi pertama tersebut. Feeling saya sih karena reference letter yang terhitung lewat dari deadline, tapi sebenarnya gak juga, karena ada perpanjangan deadline untuk referee mengirimkan reference letter. Rejection letter tersebut saya terima 6 jam setelah referee pertama saya (bos di kantor) mengirimkan reference letter. Hmmm, what did you write about me on that letter, Yuta??? Hahaha, tentu kegagalan saya bukan karena reference letter tersebut. Keselnya lagi, pihak Chevening di dalam email itu bilang karena banyaknya applicants, mereka ga bisa kasih personal feedback tentang alasan kita gagal di tahap tersebut. So, sepertinya alasan kegagalan saya di Chevening akan jadi misteri selamanya.

Sedih gak? Pasti lah, apalagi ini kedua kalinya saya gagal dalam mendapatkan beasiswa, dan keduanya gagal di tahap pertama. Tapi, gak seperti biasanya, yang mana saya bakal sedih berlarut2 dan susah move on, kali ini saya ngerasa lebih selow sih. Mungkin karena di lubuk hati saya memang lebih pengen beasiswa yang lain kali ya, yaitu Erasmus Mundus. So, Erasmus bakal jadi harapan terakhir saya, pengumumannya akhir April. I don't know if I can bear another failure, that's why saya makin kencengin doa saya berharap saya bisa berhasil kali ini. Mohon doanya ya bagi siapapun yang baca blog ini.

Fa inna ma'al 'usri yusra. Innama'al 'usri yusra. Setelah kabar kegagalan tersebut, Allah memberi saya penghiburan, saya terpilih jadi Quipperior of The Month. Sebenernya agak malu ya kenapa baru dapet sekarang setelah 2 tahun (?) award ini ada. Alasan saya dapet award ini adalah karena saya led project Tryout, dan karena project ini, untuk pertama kalinya selama 4,5 tahun saya kerja di Quipper, saya pulang dari kantor jam 2 dini hari. Meski hanya berupa sertifikat, lumayan lah ya buat dipajang di CV, dan yak, lembur saya setiap hari terbayar sudah.

Update lainnya adalah, saya bakal ikut misi budaya lagi, kali ini ke Filipina. Awalnya saya nolak karena selain negaranya yang gak menarik menurut saya, biayanya juga mahal dibandingkan misi budaya ke Korea tahun lalu. Eh ternyata biayanya turun 40%, yaudah impulsifnya kumat deh. Katanya ini bakal lebih seru dibanding yang di Korea ya, let's see, saya udah ga sabar sik. Dannnn, misi budaya tersebut bakal berlangsung dari tanggal 25 April - 1 Mei. Yak betul, itu adalah masa-masa pengumuman beasiswa Erasmus saya. Sumpah ya tiap kali keingetan hal tersebut, saya langsung mual, saya gak tau apakah saya bakal tersenyum bersujud penuh syukur karena lolos atau bakal numb, bengong dan broken inside karena gagal lagi. Semoga aja yang pertama, jadi gak merusak mood saat di Filipina nanti. Amiinn..

Sunday, January 27, 2019

Overthinking

Ada 1 bad habit yang saya miliki dari saya kecil, "overthinking". Hal ini sering jadi penyebab kecemasan saya yang berlebihan. Adakalanya saya capek jadi orang yang selalu overthinking, dan saat ini adalah puncak rasa muak saya terhadap overthinking ini. Gara2 overthinking, saya jadi gak sepenuhnya "hadir" di momen2 berharga, misalnya lagi reunian sama temen SMA. Normalnya, ini adalah hal yang paling saya suka, bertemu dengan jangkar kehidupan saya, berbincang penuh kehangatan, becanda yang itu-itu saja tapi selalu terasa baru. Tapi, ada hal yang berkaitan dengan kerja yang mengganggu pikiran saya seharian ini. Saya cemas, takut akan timbul banyak issue saat projectnya berjalan besok. So, saat lagi acara saya malah hubungin teman kantor saya, yang susah sekali dikontak (karena weekend juga kali jri!). Dan itu hanya menambah kecemasan saya. Sampai pulang pun, mereka belum memberi update apa2 dan makin memperparah kecemasan saya. Selesai acara reuni saya merasa hampa, kosong banget, saya baru mulai merasa sedikit lega ketika teman saya akhirnya balas whatsap saya. Tidak sampai 5 menit, isu yang muncul dari pagi sudah terselesaikan. Ya, karena overthinking saya seringkali khawatir berlebihan yang ga ada faedahnya dan merugikan saya dua kali karna saya gak bisa live the moment saat berbagai isu datang melanda. Hhhhh, capek.

Saturday, January 19, 2019

Saat ini doa saya cuma 1; lolos beasiswa Erasmus Mundus dan bisa mulai kuliah September tahun ini. Butuh banyak doa banget nih supaya Allah berbaik hati mewujudkannya. Tapi beasiswa ini beda dari beasiswa kebanyakan, yang mana hanya mengandalkan essay yang kita buat tanpa adanya interview. Proses bikin essay pun luar biasa melelahkan. Saya ga inget berapa banyak sleepless nights selama prosesnya, yang saya inget saya mulai bikin essay itu akhir November dan baru selesai finalnya tanggal 14 Januari. Bahkan setelah dibaca lagi pun masih aja terasa essay yang saya buat, dengan feedback dari 5 orang dan 9x revisi, masih gak sekuat essay kak Putri, senior saya yang dapat beasiswa ini tahun lalu. So, bagi saya yang saya butuhkan saat ini adalah keajaiban, ridho Allah, itu aja. Ridho orang tua insha Allah udah dapet, ikhtiar udah, doa udah, ya tinggal hasilnya aja lah. No matter tu essay jelek sekalipun, klo Allah udah berkehendak ya kun fayakun. Begitu juga sebaliknya, se-pede apapun diri saya sama tu essay, ditambah ikhtiar dan doa, klo emang takdirnya bukan buat saya ya ga bakal dapet juga. Yahhh, saya mah cuma berdoa kalaupun hasilnya gak sesuai sama keinginan, Allah berikan hati saya ketenangan, keikhlasan, supaya saya gak terlalu kecewa yang akhirnya melakukan kebodohan-kebodohan yang merugikan diri saya sendiri. Amiinn.
Punya sahabat dari kecil sampai sekarang, dimana kita bisa mencurahkan segala cerita, emosi, kebahagiaan, kesedihan, ahhh, pasti senang rasanya punya sahabat seperti itu. I had once, but as we grew up, things happened. Bodohnya saya bahkan ga inget what was that stupid things that separated us. Waktu berjalan saya punya sahabat yang lain, kami sering menjalani random things bareng-bareng, random trip, random kulineran, tapi tahun-tahun belakangan the "are" perlahan berubah menjadi "were". Ketika kita menganggap seseorang itu berarti untuk kita, we'll definitely prioritize them over anything, no? Dan sekarang makin kerasa kalau saya hanya complimentary, backup plan klo emang ga ada lagi yang bisa nemenin hari-harinya. When you value friendship more than ever and it turns out that they don't feel the same anymore, bhayyy.
Mencoba menjadi orang yang adil sejak dalam pikiran tuh susah banget ya, pengen rasanya bisa sebijaksana itu. Apalagi jaman sekarang yang mana banyak orang senang menghakimi orang lain, sedikit2 dibilang ini lah itu lah, ahh,, andai mereka tau bahwa kita manusia ini cuma remahan dibanding Dia yang Maha Besar. Who are we to judge, guys?