1. Mandi Safar, salah satu budaya yang masih
dijalankan setiap tahunnya mengikuti kalender Islam, kalau gak salah bulan
Rabiul Awal. Di sini tradisi masyarakatnya mereka bikin tenda di lapangan hari
sebelumnya. Keesokan hari, sebelum matahari terbit, seluruh masyarakat 1
kampung berduyun2 ke tenda yang mereka bikin kemudian masak makanan untuk
dimakan 1 kampung. Mereke menggelar kain panjang di jalan setapak, kemudian
menyajikan makanan yang sudah dimasak. Seperti biasa, ada hidangan wajib yaitu
kopi, teh, pisang goreng, lontar (ini enak banget!), molen, dan tentu kore!
Kore, hahaha, klo inget pertama kali saya makan kore suka ketawa sendiri.
Dibuat dari kacang kenari yang ditumbuk kemudian digoreng, bentuknya seperti
pasir, dimakan bersama dengan pisang, dalam hati saya waktu itu “oke, makan
pisang pake pasir, hajar jri!”, itu sebelum saya tau bahan asli kore apa.
Rasanya? Awalnya saya ga suka, seperti ngunyah pasir, tapi setelah beberapa
kali makan malah saya sering nanya kalau lagi ada acara adat, “mama ada kore
kah?”. Setelah makan besar 1 kampung, kami main air! Jadi setiap orang harus
nyebur ke laut, trus supaya seru kita rame2 kejar2an satu sama lain untuk
saling melempar orang lain ke laut. Tua, muda, laki, perempuan, semua kejar2an,
cari orang untuk dilempar ke laut, bahkan bapak imam pun yang usianya udah
sepuh dilempar ke laut, it was extremely fun! Setelah main air, yang laki2 main
bole, yang perempuan main voli. Sore baru pada balik ke rumah masing-masing.
Hari sabtu adalah harinya ekstrakurikuler, jadilah saat itu anak2 kerja bakti ada yang cari bambu, bersihin kelas, potong rumput di lapangan pakai mesin, dan membuat parapara. Semua dilakukan sama anak SD, gimana saya gak bangga sama mereka coba. Selesai parapara dibuat, ini pun jadi tempat favorit saya bersantai bersama anak2 sambil ditemani bunyi ombak dan angin laut yang gak pernah berhenti menyapa.
Sekampung pada ngumpul di 1 tempat ini buat liat ikan duyung, dan kocaknya karna kebanyakan orang diri di rumah kayu yang sebelah kiri, tiangnya pun rubuh dan orang2 pada jatuh, tapi untung gak ada yang luka yang ada malah pada ketawa2 rame banget, hahaha. Oiya, Menangkap ikan duyung ini bukan kegiatan rutin kok, setahun sekali pun tidak, kalau kebetulan ada yang ga sengaja kepancing aja baru dibawa ke darat dan dimakan. Saya sempet makan dagingnya yang sudah diolah, rasanya mirip2 daging rusa menurut saya. Tidak semua orang di kampung mau makan daging duyung karna kepercayaan orang sini yaitu dulunya duyung adalah manusia, unik.
Musim barat, momok buat warga kampung Tarak karena ombak laut menjadi ganas, angin kencang, dan hujan terus, sehingga masyarakat jadi sulit ke kota, begitu juga sebaliknya yang dari kota sulit kalau mau balik ke kampung. Tapi buat saya musim ombak seperti ini malah saat yang tepat buat main ombak di laut, hahaha *setelah itu diomelin warga*. Foto ini diambil di suatu sore saat saya asyik main ombak dengan anak-anak murid saya. Saat para pemuda asik main bola, saya malah kaya anak kecil yang asik main ombak. Lagi2 ada kearifan lokal di sini, jadi kata anak2 kalau mau ombaknya semakin besar kita harus melempar batu ke arah ombak datang, jadilah saat itu anak2 melempar batu ke lautan supaya ombaknya makin besar.
Maulud, di Distrik Karas, ritual keagamaan yang 1 ini justru lebih rame dari Idul Fitri, kenapa? Acara Maulud ini digelar di setiap kampung, ada 6 kampung di 1 distrik Karas, di acara Maulud ini seluruh tokoh agama dan anak2 muda dari 6 kampung berkumpul di 1 kampung yang sedang bikin acara Maulud. Jadi tiap kampung bergantian bikin Maulud. Nanti 1 kampung ditunjuk jadi penutup, nah penutupnya ini lah yang bakal super rame. Acara intinya di sini adalah baca doa, shalawat sambil main marawis, makan besar, setelah itu anak2 muda main marawis keliling kampung sambil shalawatan, dan mintain beras ke rumah-rumah. Sumpah ini acara seru banget, meriah! Setiap rumah sibuk membuat makanan, bahkan saya ikutan bikin kue waktu itu, bikin onde2 susu sama puding di rumah mama tua. Damn! I really miss them now :(
Ini adalah iring2an ke masjid sebelum shalawatan dan baca doa. Beberapa tokoh adat membawa Al Qur’an yang udah tua banget, buku doa dan shalawatan, air putih, dan kemenyan. Kemenyan ini adalah sesuatu yang gak bisa dilepas dari segala ritual keagamaan. Jadi sambil baca doa nanti bapak imam bakar kemenyan, awalnya saya agak risih karena baunya tapi lama2 ya biasa aja sih, karna tiap acara pasti saya duduknya ditempatin di sebelah bapak imam, jadilah baunya santer banget.
Foto ini diambil saat perpisahan dengan ibu kepala sekolah, karena beliau dipindahtugaskan ke kampung yang lain. Meski banyak drama yang terjadi sebelumnya, tetep yang namanya perpisahan itu menyedihkan sih, anak2 yang innocent tetep merasa kehilangan sosok beliau. Saya pun berkaca2 terus sepanjang pengambilan gambar. Setidaknya beliau sempet ke Jakarta untuk antar siswanya yang lomba menulis waktu itu, jadi ada kenang2an yang berharga lah atas jasa2nya selama ini.
Nemo Family! Waktu saya ke Fakfak saya sengaja beli kamera underwater saat tau penempatan saya di pulau, sayang donk kalau keindahan bawah laut pulau ini gak diabadikan. Sebagai bentuk kepercayaan saya juga sering kasih kamera saya ke anak murid buat mereka berkreasi di bidang fotografi. Ternyata, hasil foto siswa saya Moksen, bagus banget! Ini adalah hasil jepretannya saat kami molo2 alias menyelam liat karang di depan pulau. Yep, dulu saya kalau mau snorkeling cukup melakukannya di depan pulau kami, gak perlu jauh2, what a heaven!
....and I catched this sunrise from my heaven, my second home, Tarak....
2 comments:
Horeeeee akhirnya posting tentang Fakfak. Ditunggu lanjutannya ya Jrie.
Itu foto jepretannya Moksen jernih sekali ya. Moksen itu yg mana ya, aku lupa?
bulekk, maap euy aku ga liat2 bagian komen makanya baru muncul *sungkem*
siap dilanjut, tapi tunggu postingan tentang Turki ya, hehehe
Moksen itu adiknya Rahim yang di pesantren lho, bulek :D
Post a Comment