Saturday, March 4, 2017

Fakfak My Second Home; January 2014

Oke, berkaitan dengan postingan saya sebelumnya tentang ketamakan manusia yang suka foto2 tapi kemudian menjadi sampah di hardisk, maka saya lanjutkan kegiatan saya mengabadikan foto2 tersebut di sini beserta cerita di dalamnya. Sebelum postingan ini, saya posting foto2 jadul dari jaman SMA, baru 1 folder kemudian malas, hahaha. Kali ini karna ada hutang sama mama Ihsan untuk posting all about Fakfak, makanya saya buka2 lagi folder foto selama saya di Fakfak, yang dibagi berdasarkan bulan. Kali ini saya mau posting foto2 dari kegiatan saya di bulan Januari, sulit banget untuk pilih hanya 1 foto dari setiap foldernya yang kadang ada ratusan foto. Inilah foto2 terpilihnya, cekidot!



1.      Mandi Safar, salah satu budaya yang masih dijalankan setiap tahunnya mengikuti kalender Islam, kalau gak salah bulan Rabiul Awal. Di sini tradisi masyarakatnya mereka bikin tenda di lapangan hari sebelumnya. Keesokan hari, sebelum matahari terbit, seluruh masyarakat 1 kampung berduyun2 ke tenda yang mereka bikin kemudian masak makanan untuk dimakan 1 kampung. Mereke menggelar kain panjang di jalan setapak, kemudian menyajikan makanan yang sudah dimasak. Seperti biasa, ada hidangan wajib yaitu kopi, teh, pisang goreng, lontar (ini enak banget!), molen, dan tentu kore! Kore, hahaha, klo inget pertama kali saya makan kore suka ketawa sendiri. Dibuat dari kacang kenari yang ditumbuk kemudian digoreng, bentuknya seperti pasir, dimakan bersama dengan pisang, dalam hati saya waktu itu “oke, makan pisang pake pasir, hajar jri!”, itu sebelum saya tau bahan asli kore apa. Rasanya? Awalnya saya ga suka, seperti ngunyah pasir, tapi setelah beberapa kali makan malah saya sering nanya kalau lagi ada acara adat, “mama ada kore kah?”. Setelah makan besar 1 kampung, kami main air! Jadi setiap orang harus nyebur ke laut, trus supaya seru kita rame2 kejar2an satu sama lain untuk saling melempar orang lain ke laut. Tua, muda, laki, perempuan, semua kejar2an, cari orang untuk dilempar ke laut, bahkan bapak imam pun yang usianya udah sepuh dilempar ke laut, it was extremely fun! Setelah main air, yang laki2 main bole, yang perempuan main voli. Sore baru pada balik ke rumah masing-masing.

Anak-anak usia SD di sini beda banget dengan anak2 di kota. Benda tajam seperti parang ibarat pedang2an bagi anak2 kota, bedanya yang ini beneran. Mereka sangat terampil menggunakan parang. Keterampilan ini pun saya manfaatkan dengan memfasilitasi ide anak2 untuk bikin parapara di pinggir laut, semacam bale tempat duduk atau tidur2an, intinya tempat bersantai lah. 


Hari sabtu adalah harinya ekstrakurikuler, jadilah saat itu anak2 kerja bakti ada yang cari bambu, bersihin kelas, potong rumput di lapangan pakai mesin, dan membuat parapara. Semua dilakukan sama anak SD, gimana saya gak bangga sama mereka coba. Selesai parapara dibuat, ini pun jadi tempat favorit saya bersantai bersama anak2 sambil ditemani bunyi ombak dan angin laut yang gak pernah berhenti menyapa.

Foto ini diambil dari folder “goyang duyung”, hahaha, nama yang aneh. Jadi ini adalah saat kampung dihebohkan oleh warga yang lagi mancing tapi dapetnya ikan duyung. Kocaknya, saat kejadian ini di TV lagi rame banget sinetron putri duyung. Ternyata kepercayaan disini mengatakan kalau ikan duyung dulunya adalah manusia etnis tiongkok yang tenggelam di laut kemudian berubah wujud jadi ikan duyung, makanya sebelum dimakan, ada ritual adatnya dulu seperti foto di atas. Ikan duyung siripnya dilipat kemudian ditusuk kayu, telinga dan hidungnya ditusuk kayu, kemudian dibacain doa dan sambil menusuk kayu2 kecil tersebut tetua adat bicara sesuatu menggunakan bahasa kampung tarak sini. Setelah itu baru dagingnya dibagikan ke seluruh masyarakat di kampung. 


Sekampung pada ngumpul di 1 tempat ini buat liat ikan duyung, dan kocaknya karna kebanyakan orang diri di rumah kayu yang sebelah kiri, tiangnya pun rubuh dan orang2 pada jatuh, tapi untung gak ada yang luka yang ada malah pada ketawa2 rame banget, hahaha. Oiya, Menangkap ikan duyung ini bukan kegiatan rutin kok, setahun sekali pun tidak, kalau kebetulan ada yang ga sengaja kepancing aja baru dibawa ke darat dan dimakan. Saya sempet makan dagingnya yang sudah diolah, rasanya mirip2 daging rusa menurut saya. Tidak semua orang di kampung mau makan daging duyung karna kepercayaan orang sini yaitu dulunya duyung adalah manusia, unik.


Musim barat, momok buat warga kampung Tarak karena ombak laut menjadi ganas, angin kencang, dan hujan terus, sehingga masyarakat jadi sulit ke kota, begitu juga sebaliknya yang dari kota sulit kalau mau balik ke kampung. Tapi buat saya musim ombak seperti ini malah saat yang tepat buat main ombak di laut, hahaha *setelah itu diomelin warga*. Foto ini diambil di suatu sore saat saya asyik main ombak dengan anak-anak murid saya. Saat para pemuda asik main bola, saya malah kaya anak kecil yang asik main ombak. Lagi2 ada kearifan lokal di sini, jadi kata anak2 kalau mau ombaknya semakin besar kita harus melempar batu ke arah ombak datang, jadilah saat itu anak2 melempar batu ke lautan supaya ombaknya makin besar.


Maulud, di Distrik Karas, ritual keagamaan yang 1 ini justru lebih rame dari Idul Fitri, kenapa? Acara Maulud ini digelar di setiap kampung, ada 6 kampung di 1 distrik Karas, di acara Maulud ini seluruh tokoh agama dan anak2 muda dari 6 kampung berkumpul di 1 kampung yang sedang bikin acara Maulud. Jadi tiap kampung bergantian bikin Maulud. Nanti 1 kampung ditunjuk jadi penutup, nah penutupnya ini lah yang bakal super rame. Acara intinya di sini adalah baca doa, shalawat sambil main marawis, makan besar, setelah itu anak2 muda main marawis keliling kampung sambil shalawatan, dan mintain beras ke rumah-rumah. Sumpah ini acara seru banget, meriah! Setiap rumah sibuk membuat makanan, bahkan saya ikutan bikin kue waktu itu, bikin onde2 susu sama puding di rumah mama tua. Damn! I really miss them now :(


Ini adalah iring2an ke masjid sebelum shalawatan dan baca doa. Beberapa tokoh adat membawa Al Qur’an yang udah tua banget, buku doa dan shalawatan, air putih, dan kemenyan. Kemenyan ini adalah sesuatu yang gak bisa dilepas dari segala ritual keagamaan. Jadi sambil baca doa nanti bapak imam bakar kemenyan, awalnya saya agak risih karena baunya tapi lama2 ya biasa aja sih, karna tiap acara pasti saya duduknya ditempatin di sebelah bapak imam, jadilah baunya santer banget.


 Foto ini diambil saat perpisahan dengan ibu kepala sekolah, karena beliau dipindahtugaskan ke kampung yang lain. Meski banyak drama yang terjadi sebelumnya, tetep yang namanya perpisahan itu menyedihkan sih, anak2 yang innocent tetep merasa kehilangan sosok beliau. Saya pun berkaca2 terus sepanjang pengambilan gambar. Setidaknya beliau sempet ke Jakarta untuk antar siswanya yang lomba menulis waktu itu, jadi ada kenang2an yang berharga lah atas jasa2nya selama ini.


 Nemo Family! Waktu saya ke Fakfak saya sengaja beli kamera underwater saat tau penempatan saya di pulau, sayang donk kalau keindahan bawah laut pulau ini gak diabadikan. Sebagai bentuk kepercayaan saya juga sering kasih kamera saya ke anak murid buat mereka berkreasi di bidang fotografi. Ternyata, hasil foto siswa saya Moksen, bagus banget! Ini adalah hasil jepretannya saat kami molo2 alias menyelam liat karang di depan pulau. Yep, dulu saya kalau mau snorkeling cukup melakukannya di depan pulau kami, gak perlu jauh2, what a heaven!


....and I catched this sunrise from my heaven, my second home, Tarak....

2 comments:

enkoos said...

Horeeeee akhirnya posting tentang Fakfak. Ditunggu lanjutannya ya Jrie.

Itu foto jepretannya Moksen jernih sekali ya. Moksen itu yg mana ya, aku lupa?

Fajrie said...

bulekk, maap euy aku ga liat2 bagian komen makanya baru muncul *sungkem*
siap dilanjut, tapi tunggu postingan tentang Turki ya, hehehe
Moksen itu adiknya Rahim yang di pesantren lho, bulek :D