Tuesday, January 23, 2018

Secarik Catatan di Negeri Ottoman (Part 8)

Perjalanan ke Pamukkale sekitar 6 jam, awalnya kenapa saya beli tiket keberangkatan jam 3 sore dari Antalya itu karna mau liat sunset di Hierapolis, Pamukkale. Nyatanya, perjalanan lebih lama dari perkiraan, DAN cuaca mulai jelek alias ujan terus. Di Pamukkale ini kami tinggal dapet host di couchsurfing (CS), namanya Veli. Orangnya gak terlalu banyak bicara, tapi baik dan helpful banget, dia jemput kami dari tempat turun dolmus. Makan malam kami disediakan sama Veli, dia masak sendiri, dan sayur2annya (makanan wajib orang turki) diambil dari halaman depan rumahnya, hasil tanam sendiri. Dia juga ngasih kami oleh2 Turkish coffee setelah kami kasih oleh2 dari Indonesia, dan dia seneng banget dikasih oleh2 dari Indonesia, karna ini pertama banget dia dapet oleh2 khas Indonesia.
Veli in action - cooking dinner
Pagi hari kami bangun dan ternyata hujan deras, padahal kami hanya punya 1 hari saja untuk mengeksplore Pamukkale. Manusia punya rencana, Tuhan punya kuasa, maksud hati mau eksplore dari pagi apa daya hujan tak kunjung berenti (jadi kaya pantun). Alhasil kami baru keluar dari rumah jam 12 lewat sekian, dan itu menerobos hujan, dingin banget men! Veli nganter kami dengan motor metiknya ke gerbang Travertine, boncengan bertiga kaya cabe2an payungan pulak, hahaha. Kami hanya punya waktu sekitar 4 jam saat itu karna mau kejar kereta ke Selcuk sore harinya. Sedih mennn, Pamukkale terlalu cantik untuk dieksplore 4 jam saja, waktu ideal adalah seharian penuh untuk bisa bersantai di Pamukkale ini.
untung ada indomie pelipur lara ya Allah
pagi2 ujan deres bikin galau

persis kaya gini tapi male version 😂
bukit kapas penyambut kedatangan
Ada apa si di Pamukkale? Ada 2 tempat wisata yang berada dalam 1 kompleks di sini, Travertine dan Hierapolis. Kami harus bayar 40 TL terlebih dahulu untuk masuk ke tempat wisata ini. Travertine adalah kolam air hangat yang bentuknya berundak-undak, warna putih seperti salju hasil sedimen sulfur, dan kalau cuaca terik airnya terlihat berwarna biru, kontras dengan dinding kolam yang berwarna putih. Sedangkan Hierapolis adalah reruntuhan dari zaman Yunani yang tersebar di kompleks yang sangat luas, dan yang paling bagus tentu saja arena gladiator sekaligus theaternya. Theater ini bisa dibilang masih utuh, dibandingkan dengan reruntuhan bangunan yang lain.
kalau cerah si pemandangannya kaya gini 😖
karna gloomy dan dingin banget jadilah pemandangannya seperti ini

di beberapa bagian ada yang kolamnya kosong tak berair
barisan manusia menuju -atau -dari - Hierapolis
Untuk masuk ke komplek wisata ini ada 3 pintu, dari atas bukit yang mana kita bisa lihat banyak reruntuhan Hierapolis yang tersebar, dari tengah bukit dimana theater yang paling ikonik ini berada, dan dari bawah bukit, yaitu tempat Travertine si kolam air panas berdinding kapas (Travertine sering disebut juga cotton castle). Waktu itu kami masuk dari bawah, melewati Travertine yang sangat cantik terlebih dahulu. Saat melewati Travertine kita diwajibkan melepas alas kaki, karna takut terpleset. Kalau cuaca sedang tidak hujan, banyak yang berenang di kolam2 ini, tapi saat kami di sana meski dingin dan matahari tidak muncul, tetep aja ada yang berenang. Niat kami untuk berenang pun harus diurungkan karna gak kuat dinginnya, meski airnya hangat dan bikin nyaman *pasangan kali ah bikin nyaman*, tapi kalau udah keluar kolam dinginnya khan maen!
peta Hierapolis di atas Travertine
again, kalau panas, banyak yang berendem di sini...
Selesai menyusuri Travertine sampai ke atas, kami pakai alas kaki kembali dan mulai mendaki bukit untuk ke Theater sebagai ikon Hierapolis. Sepanjang pendakian kita disuguhkan bukit dengan permadani hijau rerumputan dan warna merah kuning bunga2 yang tersebar di atasnya, kalau saya bilang mirip penggambaran khas negri Eropa dengan bukit2 hijaunya dan bunga2 yang cantik. Sampai di theater saya kagum sekali melihat bangunan klasik ini, yang usianya sudah ribuan tahun tapi masih terpelihara kemegahannya. Oiya, sisi positif dari hujan ini adalah tempat wisatanya jadi sepiiii banget, serasa yang punya Hierapolis lah waktu di sana karna turisnya bisa dihitung jari. Theater Hierapolis ini katanya bisa menampung 15,000 orang dan biasa digunakan untuk pertunjukkan, gladiator, pertemuan, mirip gedung serbaguna gitu lah. Puas menikmati kemegahan theater, kami turun kembali melewati jalan setapak yang berbeda, dan masuk komplek Travertine lagi, jangan lupa lepas alas kaki bro!
reruntuhan arena gladiator diliat dari sisi belakang

bukit hijau penuh bunga, FYI yang jaket biru bukan princess syahrini

banyak reruntuhan sepanjang jalan
berkah hujan, bisa foto bebas tanpa kebocoran sosok manusia

the magnificent theater of Hierapolis
tempat wudhu *yakali 😑

Waktu cari rumah Veli kami kesasar, padahal rumah Veli tidak jauh dari gerbang Travertine, tapi emang dasar spasial saya jelek banget jadilah kami nyasar. Setelah dikirim location via google maps baru lah kami kembali ke jalan yang benar. Balik ke rumah Veli kami ambil tas carrier kami, dan diantar Veli ke tempat menunggu Dolmus untuk ke Denizli. Dari otogar Denizli kami nyebrang ke arah stasiun kereta, lari-larian karna waktunya udah mepet banget. Saya sempet tanya2 orang sekitar stasiun kereta pakai bahasa Turki, “tren istasyonu” tapi pada gak ngerti donk, pffttt, yaudah akhirnya ngikutin insting aja, Alhamdulillah sampai di stasiun kereta tepat waktu, dan kereta ke Selcuk sudah menunggu di peron.
bersama Veli si host pendiam yang pintar masak dan baik hati
Kereta di Turki ternyata jalannya lama sodara2! Pantes aja orang2 lebih memilih bus untuk transportasi antar kota, karna meski lebih mahal dari kereta tapi ya lebih cepat sampai. Beda banget ama di Indonesia yak, di sini justru kereta lebih cepat dan enaknya ada pilihan harga pula (ekonomi, bisnis, eksekutif). Keretanya standar lah menurut saya, tapi ya tetep si lebih bagus dari kereta Indonesia, hikss, bangkunya lebih nyaman. Tempat duduknya juga di sana bebas pilih, tinggal cari yang kosong aja, awalnya saya cari2 nomor di bangku, bolak balik dari 1 gerbong ke gerbong lainnya, sampai ada mba2 cantik yang kasih tau kalau kita bisa duduk dimana aja, duhh ojannn!
penampakan di dalam kereta
Perjalanan Denizli-Selcuk sekitar 2 jam 50 menit, oiya harga tiketnya 15 TL. Begitu sampai di stasiun kami jalan menuju host CS saya berikutnya, namanya Ibrahim. Waktu melewati terowongan di stasiun ini agak spooky juga, ga ada orang sama sekali, ‘untung saya ga sendiri’ pikir saya. Sebelum ke tempat Ibrahim kami makan malam dulu, waiternya friendly banget, dan seneng ketemu orang Indonesia, namanya Ismail, saya ama Malik ketawa2 sambil nebak2 pasti adeknya namanya Ishak, kami pun berselfie ria di sini. Selesai dinner, kami langsung jalan cari tempatnya Ibrahim, anyway selama di Turki kami banyak banget jalan kaki dari 1 tempat ke tempat lain, selain karna biar hemat budget jalan kaki di sini enak karna bisa menikmati pemandangan sekitar, bahkan ketika malam hari pun lightingnya memanjakan mata.
bersama Ismail yang seneng banget ketemu orang Indonesia katanya
Setelah lagi-lagi kesasar, sampai juga kami di tempatnya Ibrahim yang ternyata
adalah guesthouse, Anz Guesthouse namanya. Ibrahim, stranger paling baik dan paling helpful yang pernah saya temui seumur hidup, kenapa? Hmm, lanjut di postingan berikutnya aja dah, hehe.

bonus, meratapi jodoh cuaca

No comments: